Sumbawa Barat Terima Royalti Rp20 Miliar dari Aktivitas Tambang

Bisnis77 Views

Kabar gembira datang dari ujung barat Pulau Sumbawa. Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) resmi menerima royalti sebesar Rp20 miliar dari aktivitas tambang yang beroperasi di wilayahnya. Dana ini menjadi angin segar bagi daerah yang selama ini dikenal sebagai salah satu penghasil mineral penting di Indonesia, terutama tembaga dan emas. Namun di balik kabar menggembirakan itu, muncul pula berbagai pertanyaan tentang efektivitas pengelolaan dana dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat.

“Angka dua puluh miliar rupiah memang besar di atas kertas, tetapi nilainya baru bermakna jika bisa mengubah wajah ekonomi masyarakat,”

ucapan ini menggambarkan harapan sekaligus kekhawatiran banyak warga Sumbawa Barat terhadap pengelolaan royalti tambang yang diterima pemerintah daerah.


Sumbawa Barat dan Jejak Panjang Industri Tambang

Kabupaten Sumbawa Barat telah lama menjadi salah satu lumbung kekayaan tambang nasional. Kehadiran perusahaan tambang raksasa, baik yang dulu dikenal sebagai PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) maupun kini PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), membawa napas baru bagi ekonomi lokal.
Dalam dua dekade terakhir, aktivitas tambang di wilayah Batu Hijau bukan hanya menciptakan lapangan kerja, tetapi juga menjadi sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Sebagian besar PAD Kabupaten Sumbawa Barat berasal dari royalti dan pajak daerah yang dihasilkan oleh perusahaan tambang tersebut. Karena itu, ketika kabar penerimaan Rp20 miliar royalti diumumkan, masyarakat langsung menaruh ekspektasi tinggi bahwa dana ini dapat mendorong pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan di tingkat lokal.


Apa Itu Royalti dan Mengapa Penting?

Royalti adalah bentuk pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada pemerintah atas pemanfaatan sumber daya alam. Dalam konteks pertambangan, royalti berfungsi sebagai kompensasi terhadap eksploitasi mineral di wilayah tertentu. Besarannya ditentukan oleh volume produksi dan harga jual komoditas di pasar internasional.

Untuk Kabupaten Sumbawa Barat, dana royalti bukan sekadar tambahan kas, tetapi juga bentuk tanggung jawab perusahaan tambang terhadap daerah penghasil. Dana sebesar Rp20 miliar tersebut merupakan bagian dari mekanisme pembagian hasil tambang antara pemerintah pusat dan daerah, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

“Royalti adalah hak daerah, tetapi juga tanggung jawab besar. Karena di dalamnya terkandung amanah rakyat yang harus dikembalikan dalam bentuk kesejahteraan.”


Rincian Dana dan Prioritas Penggunaan

Meski belum semua rincian disampaikan secara resmi, pemerintah daerah dikabarkan telah menyusun rencana alokasi anggaran yang berfokus pada tiga sektor prioritas: infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Sebagian dana juga direncanakan untuk mendukung program pemberdayaan masyarakat di sekitar wilayah tambang yang masih menghadapi persoalan sosial akibat perubahan lingkungan ekonomi.

Pembangunan jalan antar-desa, peningkatan fasilitas sekolah, dan penguatan layanan rumah sakit daerah menjadi prioritas utama. Selain itu, sejumlah program pelatihan kerja bagi pemuda lokal juga tengah disiapkan agar tenaga kerja daerah lebih siap menghadapi transisi ekonomi pasca-tambang di masa depan.


Harapan Warga yang Tak Pernah Padam

Di Kecamatan Sekongkang dan Jereweh, dua wilayah yang paling dekat dengan area tambang, masyarakat menaruh harapan besar bahwa dana Rp20 miliar itu akan membawa perubahan nyata. Banyak warga mengeluhkan kondisi jalan desa yang rusak, harga bahan pokok yang tinggi, serta kesenjangan ekonomi antara pekerja tambang dan warga non-tambang.

“Kami tidak ingin hanya menjadi penonton. Kalau tambang membawa hasil besar, seharusnya desa kami juga ikut maju,”

ungkap seorang warga setempat dengan nada harap.
Bagi mereka, kehadiran tambang dan royalti bukan sekadar angka, tetapi janji kemajuan yang seharusnya bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.


Pemerintah Daerah Berkomitmen Kelola Dana Secara Transparan

Bupati Sumbawa Barat dalam konferensi persnya menyatakan bahwa dana royalti ini akan digunakan seefisien mungkin untuk pembangunan berkelanjutan. Pemerintah daerah juga berencana membentuk tim pengawasan lintas lembaga agar pengelolaan dana royalti berjalan transparan dan akuntabel.

Langkah ini sejalan dengan semangat reformasi pengelolaan keuangan daerah yang menekankan pada prinsip good governance. Selain itu, pemerintah juga ingin memastikan bahwa program-program yang dibiayai dari royalti benar-benar menyentuh kebutuhan masyarakat, bukan hanya menjadi proyek seremonial semata.

“Transparansi bukan sekadar laporan, tapi cara untuk membangun kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.”


Tantangan: Dari Ketergantungan Hingga Risiko Sosial

Meski penerimaan royalti membawa peluang besar, Sumbawa Barat juga menghadapi tantangan serius. Ketergantungan ekonomi terhadap sektor tambang menjadi salah satu masalah utama. Ketika harga komoditas dunia turun, otomatis pendapatan daerah juga berkurang drastis.

Selain itu, dampak lingkungan dari aktivitas tambang menjadi kekhawatiran tersendiri. Isu mengenai kerusakan hutan, pencemaran air, dan pengalihan lahan pertanian sering muncul di masyarakat. Tanpa pengawasan yang kuat, dampak sosial dan ekologis ini bisa jauh lebih mahal daripada nilai royalti yang diterima.

“Pembangunan yang mengorbankan lingkungan pada akhirnya hanya akan menjadi bumerang bagi generasi berikutnya.”


Potensi Dana Royalti untuk Transformasi Ekonomi Lokal

Jika dikelola dengan benar, Rp20 miliar bukan sekadar dana rutin, tetapi modal besar untuk mendorong transformasi ekonomi lokal. Pemerintah daerah dapat memanfaatkan dana tersebut untuk membangun sektor-sektor baru seperti pariwisata, pertanian modern, dan industri kreatif.

Beberapa desa di Sumbawa Barat sebenarnya memiliki potensi wisata alam yang luar biasa, seperti pantai Maluk, Bukit Mantun, dan air terjun Kalela. Namun, akses menuju lokasi-lokasi tersebut masih terbatas. Dengan investasi dari dana royalti, sektor pariwisata bisa menjadi alternatif ekonomi yang berkelanjutan setelah tambang berhenti beroperasi.

Selain itu, sektor pertanian juga bisa ditingkatkan melalui penyediaan bibit unggul dan pelatihan bagi petani muda agar mereka mampu bersaing di era digital. Pendekatan seperti ini akan mengurangi ketimpangan antara ekonomi tambang dan non-tambang.


Peran Masyarakat Sipil dan Akademisi

Para akademisi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di NTB turut mendorong agar dana royalti dikelola dengan prinsip partisipatif. Artinya, masyarakat harus dilibatkan sejak tahap perencanaan hingga evaluasi program.

Sejumlah universitas lokal seperti Universitas Mataram dan Universitas Samawa bahkan siap membantu dalam proses kajian dampak sosial ekonomi serta pemetaan kebutuhan pembangunan.
Pendekatan berbasis data dianggap penting agar dana Rp20 miliar benar-benar menjawab permasalahan yang riil di lapangan.

“Keterlibatan publik bukan hanya hak, tapi kebutuhan agar pembangunan tidak salah arah.”


Pengalaman Masa Lalu Sebagai Pelajaran

Sumbawa Barat pernah mengalami penurunan drastis dalam kontribusi royalti terhadap PAD. Dalam beberapa tahun terakhir, proporsi royalti terhadap total pendapatan daerah sempat menyentuh angka di bawah 10 persen. Kondisi ini disebabkan oleh fluktuasi harga komoditas serta transisi kepemilikan perusahaan tambang.

Dari pengalaman tersebut, pemerintah daerah kini berupaya agar setiap rupiah yang diterima bisa dimanfaatkan secara produktif. Beberapa tahun lalu, sebagian dana royalti digunakan untuk membangun infrastruktur yang dianggap kurang strategis, sehingga tidak memberi dampak ekonomi jangka panjang.
Kini, pemerintah berkomitmen agar setiap proyek memiliki indikator manfaat yang jelas.


Efek Domino Bagi Masyarakat Sekitar Tambang

Dana royalti juga diharapkan dapat memperkuat keseimbangan antara masyarakat tambang dan non-tambang. Selama ini, muncul jurang sosial antara pekerja yang bekerja langsung di perusahaan tambang dengan masyarakat di luar lingkar industri.

Melalui program pemberdayaan ekonomi, pelatihan kewirausahaan, dan pengembangan koperasi desa, pemerintah ingin menciptakan efek domino ekonomi agar masyarakat yang tidak bekerja di sektor tambang pun tetap mendapat manfaat dari aktivitas tersebut.


Pengawasan Publik Jadi Kunci

Salah satu isu paling krusial dalam pengelolaan dana royalti adalah pengawasan. Pemerintah daerah berencana membentuk mekanisme pelaporan publik berbasis daring yang memungkinkan warga memantau penggunaan dana secara real-time.
Langkah ini diharapkan dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan atau proyek fiktif yang sering mencoreng citra pemerintahan daerah.

Selain itu, DPRD Sumbawa Barat juga memiliki peran strategis untuk memastikan proses perencanaan dan pelaksanaan program berbasis royalti dilakukan dengan tata kelola yang baik. Partisipasi masyarakat melalui forum desa juga menjadi instrumen penting dalam menjaga akuntabilitas.

“Keterbukaan bukan sekadar tren, tapi kebutuhan moral dalam mengelola uang rakyat.”


Masa Depan Ekonomi Sumbawa Barat

Penerimaan Rp20 miliar memang patut disyukuri, namun di saat yang sama menjadi momentum refleksi. Kabupaten Sumbawa Barat kini berada di persimpangan jalan: antara terus bergantung pada tambang atau mulai membangun fondasi ekonomi baru yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Pemerintah daerah diharapkan dapat menggunakan momentum ini untuk membangun sistem ekonomi yang tangguh dengan memanfaatkan potensi alam dan manusia secara seimbang. Dengan demikian, Sumbawa Barat tidak hanya dikenal sebagai kabupaten penghasil emas dan tembaga, tetapi juga sebagai daerah yang mampu mengubah kekayaan alam menjadi kesejahteraan nyata bagi warganya.

“Kekayaan sejati bukan diukur dari berapa besar tambang yang digali, tapi dari seberapa banyak rakyat yang tersenyum karena merasakan hasilnya.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *